Sunday, December 11, 2016

Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Batubara

Karakteristik Bahan Timbunan Bahan timbunan berasal dari bahan lapisan tanah berupa fragmen/bongkahan yang sangat masif dan keras yang terdiri atas batu liat, batu lanau, batu pasir, dan serpihan batubara muda. Dai dan Suseno (1993) mengatakan bahwa lapisan blue clay (BCl) mengandung mineral 2:1 (smektit dan Al-interlayered) yang mengandung garam-garam Sulfat seperti Jerosit (KFe3(SO4)2.(OH)6), Epsonit (MgSO4.7H2O), Hanksit (Na22KCl(CO3)2(SO4)9, Pirit (FeS2), dan Karbonat. Garamgaram tersebut berperanan dalam meningkatkan kemasaman tanah dan degradasi mineral 2:1. Selanjutnya Widjaja Adhi (1993) menambahkan bahwa bahan-bahan blue clay pada awalnya bereaksi alkalis (pH 7,0 - 8,0), tetapi setelah teroksidasi, maka pirit akan membentuk garam dan asam sulfat yang secara drastis menurunkan pH tanah areal timbunan. Kendala tanah seperti: pH sangat masam, tingginya kadar garam, rendahnya tingkat kesuburan, tanah terlalu padat, struktur tanah yang tidak stabil, permeabilitas yang lambat, dan aerasi tanah yang jelek merupakan pembatas utama yang dihadapi dalam mereklamasi areal timbunan pasca penambangan batubara (Widjaja 1993; Puslittanak 1993 dan 1995; Sidik et al. 1995; 1996; 1998a dan 1998b; Retno et al. 1995; Mulyani et al. 1998). Lahan timbunan pada tahun awal hanya mampu ditumbuhi tanaman pionir seperti rumput kawat (California grass), dan semak berduri. Lahan timbunan secara umum terdiri atas dua lapisan, yaitu (1) lapisan bawah dengan ketebalan beberapa meter hingga puluhan meter. Bahan yang ditimbun berupa fragmen/bongkahan, batu liat, endapan liat (blue clay), batu pasir, batubara muda, dan sisa batubara yang tidak terpilih. Sifat fragmen batuan adalah sangat masif, sangat keras, dan dipadatkan secara mekanis. Dalam keadaan terbuka, fragmen batuan mudah hancur terkena air hujan, mudah rekah, dan melumpur; (2) komponen lapisan atas yang umumnya ditutupi dengan tanah atas mempunyai ketebalan 50-75 cm. Tanah atas ini merupakan bahan campuran tanah, baik dari top soil, sub soil, dan bahan induk yang sudah melapuk. Dengan alasan praktis dan untuk menekan biaya, tanah atas ini penyebaran dan perataannya dilakukan secara mekanis. Tanah atas diyakini mempunyai sifat fisika, kimia, dan biologi lebih baik dibandingkan bahan timbunan di bawahnya. Lapisan tanah atas ini merupakan media pertumbuhan tanaman reklamasi yang diusahakan. Pada lahan segmen bawah (bidang alas) yang sudah terbentuk terlebih dulu dengan kelerengan 6 sampai 25 persen, umumnya mengalami erosi parit dengan kedalaman 0,5 - 1,0 meter, dan menjadi tempat dimana air aliran permukaan terkonsentrasi. Kolam pengendapan lumpur yang cepat menjadi dangkal dan adanya keluhan masyarakat sekitar lokasi penambangan akibat 194 | Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Batubara pencemaran sungai merupakan indikasi kuat cukup besarnya erosi dari areal timbunan. Di lain pihak, biaya pemeliharaan, termasuk pengerukan kolam pengendapan lumpur relatif mahal. Upaya pengendalian erosi, pendangkalan kolam-kolam pengendapan lumpur, dan pencemaran sungai perlu dilakukan sejak dini dengan melakukan penghijauan pada areal timbunan guna menciptakan keadaan lingkungan yang hijau, nyaman, atau tidak gersang. Kegiatan dan upaya penghijauan tersebut bertujuan agar bahaya erosi dan pencemaran sesegera mungkin dikendalikan. Mengingat banyaknya faktor pembatas maka diperlukan berbagai upaya terobosan guna mendapatkan alternatif teknologi reklamasi areal timbunan pasca penambangan agar mampu mengatasi kendala fisika, kimia, dan biologi sehingga lebih cepat dapat ditumbuhi tanaman penutup tanah dan pepohonan. Top Soil (Tanah Pucuk) Pengelolaan tanah lapisan atas sangat menentukan keberhasilan reklamasi areal timbunan. Tanah lapisan atas sedapat mungkin diarahkan untuk digunakan sebagai bahan penutup lahan timbunan paling atas dengan ketebalan yang disarankan sekitar 50-75 cm sebagai media tumbuh bagi tanaman reklamasi. Tanah lapisan atas ini bisa berasal dari top soil, sub soil, bahkan bahan induk tanah yang telah melapuk dengan sifat fisika, kimia, dan biologi yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan bahan timbunan. Pada awal penambangan, untuk mendapatkan tanah atas tidak begitu bermasalah, namun menjelang berakhirnya proses penambangan, lapisan tanah atas semakin sulit diperoleh karena luasnya areal timbunan dan sebagian tanah atas tertimbun bahan timbunan. Karena keterbatasan bahan top soil (tanah pucuk) untuk dijadikan lapisan atas, sering terdapat beberapa areal timbunan yang tidak dilapisi tanah pucuk. Areal timbunan yang tidak dilapisi tanah pucuk diusahakan lapisan paling atasnya berasal dari bahan timbunan yang tidak bersifat racun bagi tanaman. Penataan Lahan Timbunan Pasca Penambangan Penataan lahan timbunan memegang peranan penting dalam upaya reklamasi lahan pasca penambangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk lahan timbunan adalah: (a) volume bahan yang dipindahkan; (b) penambahan volume lahan saat penempatan/penimbunan kembali; (c) terbatasnya ruang atau tempat untuk timbunan; dan (d) bentang lahan sebelum ditambang. Mengingat umur penambangan relatif pendek maka pemanfaatan lahan pasca penambangan perlu direncanakan secara komprehensif misalnya apakah lahan tersebut akan dihutankan kembali, untuk usaha pertanian, perkebunan, atau obyek wisata, dan lainnya. Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim | 195 Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Batubara Pada umumnya bentuk lahan timbunan terdiri atas punggung yang relatif datar, lebar bidang datarnya 10-15 m, kelerengan bidang miring/tampingan 10- 20% dengan panjang lereng 5-10 m. Bentuk lahan yang demikian mempunyai bidang dasar yang luas dan semakin ke atas semakin menyempit. Berdasarkan kemajuan kegiatan penimbunan dan bentuk lahan timbunan, kegiatan reklamasi dimulai dari bidang miring diikuti dengan bidang datar pada level paling bawah kemudian ke level berikutnya setelah selesai penimbunan. Apabila memungkinkan, perbaikan lahan timbunan dapat dilakukan dengan cara memberikan tanah atas yang relatif lebih baik sifat fisika, kimia, dan biologinya. Tanah atas yang digunakan sebetulnya juga mempunyai masalah dalam hal tingkat kesuburannya, bahkan mengandung unsur yang dapat meracuni tanaman. Masalah yang dihadapi pada umumnya berupa unsur hara tanah yang rendah atau tanah miskin, pH rendah, kadar alumunium tinggi dan permeabilitas tanah yang lambat. Rendahnya hara N, P, K, dan bahan organik pada tanah timbunan mensyaratkan pemberian pupuk secara lengkap dan dengan dosis tinggi. Pada lahan yang terbuka, pukulan air hujan sangat kuat sehingga bahan timbunan mudah mengalami dispersi, dan hanyut bersama aliran permukaan. Bahan timbunan umumnya tidak berstruktur sehingga mudah hancur jika terkena air hujan. Jika hal ini tidak segera ditangani maka sedimen bahan timbunan akan mengalir ke badan-badan air, seperti: sungai, danau, dan kolam. Lahan pasca penambangan perlu ditata kembali (penataan lahan). Lubang bekas galian apabila memungkinkan perlu ditimbun kembali, namun bila masih terdapat bagian yang tidak dapat ditimbun kembali, dapat dijadikan kolam untuk budi daya ikan, cadangan air atau wahana wisata air, dan lainnya.Tanah yang telah rata ditanami dengan tanaman penutup tanah dari jenis kacang-kacangan (polong-polongan) untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mencegah terjadinya erosi (pengendalian erosi). Kacang-kacangan sebagai sumber pupuk hijau karena kemampuannya untuk mengikat dan mengelola mineral dalam tanah seperti nitrogen dan fosfor. Selain itu, penanaman vegetasi penutup tanah akan membuat tanah menjadi lebih gembur. Apabila turun hujan, akan lebih banyak air yang terserap. Erosi akan lebih terkendali dengan membuat saluran air (drainase) dan bendungan penahan. Setelah dilakukan kedua tahap reklamasi tersebut, tanah siap untuk ditanami tanaman lain (reklamasi dan penanaman kembali). Agar lahan pasca penambangan dapat kembali seperti semula, perlu dilakukan pemeliharaan tanaman yang digunakan untuk reklamasi (pemeliharaan). Secara berkala dilakukan pemupukan dua tahun sekali, yakni pada awal musim penghujan dan awal musim kemarau. Tanah di sekitar tanaman reklamasi juga perlu dibersihkan menggunakan sistim piringan mengikuti tajuk tanaman, diberi mulsa rumput lokal guna mengendalikan pertumbuhan gulma, dan mengurangi evaporasi, sekaligus sebagai sumber bahan organik. Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim | 195 Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Batubara Pada umumnya bentuk lahan timbunan terdiri atas punggung yang relatif datar, lebar bidang datarnya 10-15 m, kelerengan bidang miring/tampingan 10- 20% dengan panjang lereng 5-10 m. Bentuk lahan yang demikian mempunyai bidang dasar yang luas dan semakin ke atas semakin menyempit. Berdasarkan kemajuan kegiatan penimbunan dan bentuk lahan timbunan, kegiatan reklamasi dimulai dari bidang miring diikuti dengan bidang datar pada level paling bawah kemudian ke level berikutnya setelah selesai penimbunan. Apabila memungkinkan, perbaikan lahan timbunan dapat dilakukan dengan cara memberikan tanah atas yang relatif lebih baik sifat fisika, kimia, dan biologinya. Tanah atas yang digunakan sebetulnya juga mempunyai masalah dalam hal tingkat kesuburannya, bahkan mengandung unsur yang dapat meracuni tanaman. Masalah yang dihadapi pada umumnya berupa unsur hara tanah yang rendah atau tanah miskin, pH rendah, kadar alumunium tinggi dan permeabilitas tanah yang lambat. Rendahnya hara N, P, K, dan bahan organik pada tanah timbunan mensyaratkan pemberian pupuk secara lengkap dan dengan dosis tinggi. Pada lahan yang terbuka, pukulan air hujan sangat kuat sehingga bahan timbunan mudah mengalami dispersi, dan hanyut bersama aliran permukaan. Bahan timbunan umumnya tidak berstruktur sehingga mudah hancur jika terkena air hujan. Jika hal ini tidak segera ditangani maka sedimen bahan timbunan akan mengalir ke badan-badan air, seperti: sungai, danau, dan kolam. Lahan pasca penambangan perlu ditata kembali (penataan lahan). Lubang bekas galian apabila memungkinkan perlu ditimbun kembali, namun bila masih terdapat bagian yang tidak dapat ditimbun kembali, dapat dijadikan kolam untuk budi daya ikan, cadangan air atau wahana wisata air, dan lainnya.Tanah yang telah rata ditanami dengan tanaman penutup tanah dari jenis kacang-kacangan (polong-polongan) untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mencegah terjadinya erosi (pengendalian erosi). Kacang-kacangan sebagai sumber pupuk hijau karena kemampuannya untuk mengikat dan mengelola mineral dalam tanah seperti nitrogen dan fosfor. Selain itu, penanaman vegetasi penutup tanah akan membuat tanah menjadi lebih gembur. Apabila turun hujan, akan lebih banyak air yang terserap. Erosi akan lebih terkendali dengan membuat saluran air (drainase) dan bendungan penahan. Setelah dilakukan kedua tahap reklamasi tersebut, tanah siap untuk ditanami tanaman lain (reklamasi dan penanaman kembali). Agar lahan pasca penambangan dapat kembali seperti semula, perlu dilakukan pemeliharaan tanaman yang digunakan untuk reklamasi (pemeliharaan). Secara berkala dilakukan pemupukan dua tahun sekali, yakni pada awal musim penghujan dan awal musim kemarau. Tanah di sekitar tanaman reklamasi juga perlu dibersihkan menggunakan sistim piringan mengikuti tajuk tanaman, diberi mulsa rumput lokal guna mengendalikan pertumbuhan gulma, dan mengurangi evaporasi, sekaligus sebagai sumber bahan organik. 196 | Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Batubara Prinsip Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Reklamasi yang terencana dan terorganisir dengan baik, diharapkan dapat mengembalikan kondisi lahan pasca penambangan batubara sehingga tidak terkesan tandus, gersang dan tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Terdapat 5 kegiatan yang perlu ditempuh dalam pengelolaan lahan timbunan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan. Upaya reklamasi lahan sudah harus direncanakan secara komprehensif sebelum penambangan dimulai. Prinsip reklamasi lahan pasca penambangan batubara antara lain: 1) Perbaikan kondisi fisika, kimia, dan biologi tanah melalui: (a). perbaikan kondisi aerasi dan tingkat kepadatan tanah dengan cara melakukan pengolahan tanah dalam; (b). pemberian pupuk organik seperti pupuk kandang, kompos, mulsa sisa pangkasan tanaman atau bahan organik lainnya; (c). pemberian pupuk anorganik untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara seperti N, P, K, dan (d). pemberian bahan ameliorant seperti kapur (CaC03), dolomit, atau abu batubara. 2) Mengendalikan aliran permukaan guna mencegah erosi dan longsor dengan cara menanam legume cover crop (LCC) yang dapat memfiksasi N dari udara, rumput pakan ternak, dan/atau tanaman penguat teras lainnya; membuat saluran pembuangan air (SPA) yang diperkuat dengan batu atau ditanami rumput (grass water ways), mulai dari teras atas sampai ke bawah dan dilengkapi dengan terjunan air dari batu, bambu, kayu; menaman tanaman "barier", seperti Vetiver, Phaspalum, rumput BD pada bibir dan tampingan teras/bidang lereng terutama yang terjal untuk mengendalikan aliran permukaan dan erosi. 3) Prioritas pertama menaman tanaman pohon-pohonan pioner untuk penghijauan seperti tanaman angsana, akasia mangium, sengon, lamtoro, gamal, bambu, yang fungsinya terutama untuk meningkatkan bahan organik dan melindungi tanah dari curahan air hujan. 4) Menanam pohon-pohonan yang bernilai ekonomi sebagai prioritas kedua seperti mahoni, bambu, sukun, sungkai, jambu mente, yang sifatnya jangka panjang karena bila ditanam dalam jangka pendek kemungkinan mengalami kegagalan karena tingkat kematiannya cukup besar. Teknik Reklamasi Lahan Timbunan Pasca Penambangan Penataan penggunaan lahan sangat tergantung pada kondisi dan sifat/kualitas bahan timbunan, bentuk, dan kemiringan lahan, serta iklim, agar usaha tersebut dapat memberikan keserasian dengan daerah di sekitarnya. Aspek utama dalam mereklamasi lahan timbunan mencakup tiga hal (Widdowson 1984), yakni (1) rancangan bentuk lahan atau landscape; (2) rekayasa media tumbuh tanaman Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim | 197 Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Batubara melalui penanganan selektif bahan tanah atau bahan penutup; dan (3) pengembangan dan pengelolaan vegetasi penutupnya. Fisik Lahan timbunan yang di beri lapisan atas tanah merah Terdapat empat hal yang perlu dilakukan, yaitu (1) stabilisasi bidang miring dengan LCC; (2) stabilisasi bibir teras dengan vetiver atau rumput pakan ternak; (3) pembuatan saluran pembuangan air (SPA); dan (4) stabilisasi bidang datar dengan legum penutup tanah, atau rumput pakan ternak dan pohon-pohonan untuk penghijauan. a. Lahan untuk penanaman LCC diolah terlebih dahulu sampai kedalaman ± 10 cm dengan lebar 30 cm. Kemudian diberi pupuk kandang 5 t/ha, dan P-Alam 0.5 t/ha; bila perlu diberi kapur 2 t/ha. Jarak antar strip 0,5 meter sampai 1 meter. Biji LCC ditanam dalam sistem larikan mengikuti arah kontur. Stabilisasi bidang miring dengan LCC b. Setelah LCC menutup permukaan tanah, pada jarak-jarak tertentu dibuat lobang-lobang untuk ditanami vegetasi pohon-pohonan pioner seperti pada bidang datar. Vetiver memiliki sistem perakaran yang dalam dan kuat sehingga mampu menahan erosi serta aliran permukaan. Tanah galian pada bibir teras terlebih dahulu diolah. Vetiver ditanam 2 baris, jarak antara baris 15 cm dan di dalam barisan 15 cm. Tiap lubang ditanami 3 batang/bibit vetiver. Setiap panjang 100 meter diberi pupuk kandang 100 kg, kapur 40 kg, P-Alam 10 kg, sedangkan pupuk urea dan KC1 masing-masing diberikan 1 kg. Setelah rumput Vetiver mencapai tinggi ± 80 cm dilakukan pemotongan pada ketinggian ± 15-20 cm dari permukaan tanah. Hijauan rumput Vetiver hasil pemotongan dihamparkan di permukaan tanah yang berfungsi sebagai mulsa sekaligus sebagai sumber bahan organik. Selanjutnya pemangkasan dilakukan kembali dengan selang waktu 40- 60 hari. Stabilisasi bibir teras dengan Vetiver atau rumput pakan ternak Air hujan yang mengalir di permukaan areal/lahan timbunan perlu dikendalikan agar tidak menyebabkan erosi berat. Pada, bidang datar dibuatkan saluran pembuangan air (SPA) yang terus turun ke bidang lereng sampai ke teras bawah. Saluran pembuangan air ini perlu diperkuat dengan batu-batuan atau ditanami rumput (grass waterways). Jarak antar SPA tergantung kondisi di lapangan (Gambar 4). Pembuatan saluran pembuangan air (SPA) Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim | 197 Reklamasi Lahan Pasca Penambangan Batubara melalui penanganan selektif bahan tanah atau bahan penutup; dan (3) pengembangan dan pengelolaan vegetasi penutupnya. Fisik

No comments:

Post a Comment

Comments system

Disqus Shortname