Wednesday, February 22, 2017

maqosid syariah

Maqasid al-syari’ah terdiri dari dua kata, yakni ‘maqasid’ dan ‘syari’ah’. Maqasid adalah bentuk jamak dari kata مقصد yang terambil (musytaq) dari fi’il قصد yang menurut bahasa memiliki beberapa arti[1], di antaranya:

1. Istiqamat al-Tariq, seperti dalam firman Allah swt.: “Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kalian (kepada jalan yang benar)”[2]

2. Al-‘Adl (keadilan), yaitu menengahi di antara dua bagian. Firman Allah swt.: “Dan di antara mereka ada yang pertengahan”[3]

3. Al-I’tisam wa al-i’timad (mencari perlindungan dan kepercayaan)[4]

Kata “syari’at”, menurut bahasa berarti al-‘utbah (lekuk-liku lembah, al-‘atabah (ambang pintu dan tangga), maurid al-syaribah (jalan tempat peminum cari air atau sumber mata air), dan al-tariqah al-mustaqimah (jalan yang lurus).[5]

Para ulama usul fikih memberikan defenisi terkait maqasid al-syari’ah:

1. Imam al-Amidi dalam al-Ihkam memberikan keterangan bahwa sesungguhnya tujuan dari disyariatkannya hukum adalah untuk mencapai manfaat dan menghindari kemudaratan atau gabungan keduanya.[6]

2. Syatibi mendefenisikannya adalah bahwa syari’ (Allah) telah menentukan syariat untuk menegakkan kemaslahatan akhirat dan kemaslahatan dunia.[7] Sebenarnya Syatibi tidak mengambil perhatian utuk mendefinisikan maqasid dalam bentuk jami’ mani’ dan terbatas, akan tetapi, ia hanya memperkenalkan maqasid lewat penjabaran teori-teorinya yang meluas.

3. Tahir Ibn Asyur memberikan defenisi terkait maqasid al-syari’ah adalah makna-makna dan hikmah-hikmah yang diinginkan oleh Tuhan pada segala kondisi tasyri’, keinginan tersebut tidak hanya terbatas pada satu macam hukum syariat, tetapi semua bentuk hukum syariah yang tujuan dan maknanya termasuk di dalamnya. Juga termasuk makna-makna hukum yang tidak terekam dalam berbagai macam hukum, akan tetapi terekam dalam bentuk-bentuk yang lain.[8]

4. Yusuf al-Qardawi mendefenisikan maqasid al-syari’ah bahwa tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh nas-nas baik berupa perintah, larangan serta ibahat (kebolehan). Tujuan itu ingin mengarahkan hukum-hukum yang bersifat juziyyah (parsial) pada seluruh aspek kehidupan mukallaf.[9]


Berdasarkan dari beberapa definisi tersebut, maqasid al-syari’ah berarti tujuan Allah swt. dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-ayat al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw. sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia.

Macam-Macam Maqasid al-Syari’ah

Syatibi melaporkan hasil penelitian para ulama terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw. bahwa hukum-hukum disyariatkan Allah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat.[10] Kemaslahatan yang akan diwujudkan itu menurut Syatibi terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu kebutuhan daruriyyat (primer), kebutuhan hajiyyat, dan kebutuhan tahsiniyyat.

1. Kebutuhan Daruriyyat

Kebutuhan daruriyyat adalah kebutuhan yang harus ada dan harus dipenuhi untuk menunaikan kemaslahatan agama dan dunia. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, tidak akan tercapai kemaslatan di dunia, bahkan terancam kerusakan dalam kehidupan. Di akhirat akan kehilangan kenikmatan dan akan merasakan kerugian yang jelas.[11]

Ada lima hal yang termasuk dalam kategori ini, yaitu menjaga agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara harta. Untuk memelihara lima pokok inilah syariat Islam diturunkan. Setiap ayat hukum bila diteliti akan ditemukan alasan pembentukannya yang tidak lain adalah memelihara lima pokok tersebut. Misalnya firman Allah swt. tentang mewajibkan jihad: 
Terjemahan: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), mereka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim”[12]

dan firman Allah swt. tentang mewajibkan kisas:“Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, agar kalian bertakwa”[13]

Ayat pertama dapat diketahui tujuan disyariatkan perang adalah untuk melancarkan jalan dakwah bila terjadi gangguan dan mengajak umat manusia untuk menyembah Allah swt. Ayat kedua diketahui bahwa tujuan disyariatkan kisas karena dengan itu ancaman terhadap kehidupan manusia dapat dihilangkan.

2. Kebutuhan Hajiyyat (sekunder)

Kebutuhan hajiyyat (sekunder) adalah kebutuhan-kebutuhan sekunder bila mana tidak terwujudkan tidak sampai mengancam keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan.[14] Adanya hukum rukhsah adalah sebagai contoh dari kepedulian syariat Islam terhadap kebutuhan ini.

Masalah ibadah, Islam mensyariatkan beberapa hukum rukhsah (keringanan) bilamana kenyataannya mendapat kesulitan dalam menjalankan perintah-perintah taklif. Dalam masalah muamalah, disyariatkan banyak macam akad, macam-macam jual beli, sewa menyewa, syirkah (perseroaan) dan mudarabah (berniaga dengan modal orang lain dengan perjanjian bagi untung) dan beberapa hukum rukhsah dalam muamalah. Dalam masalah ‘uqubat, Islam mensyariatkan hukuman diat (denda) bagi pembunuhan tidak sengaja dan menangguhkan hukuman potong tangan atas seseorang yang mencuri karena terdesak untuk menyelamatkan jiwanya dari kelaparan suatu kesempitan menimbulkan keringanan dalam syariat Islam adalah ditarik dari petunjuk-petunjuk ayat al-Qur’an juga.

3. Kebutuhan Tahsiniyyat (tambahan)

Kebutuhan tahsiniyyat adalah yang tidak sampai kepada tingkatan daruri dan sekunder, tingkat kebutuhan ini hanyalah pelengkap.[15] Hal-hal yang merupakan kepatutan menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang mata, dan berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntuan norma dan akhlak.

Berbagai bidang kehidupan, seperti ibadah, muamalah dan ‘uqubah, Allah swt. telah menyariatkan hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan tahsiniyyat. Dalam lapangan ibadah, Islam menyariatkan bersuci baik dari najis atau dari hadas, baik dari badan maupun pada tempat dan lingkungan. Islam menganjurkan berhias ketika hendak ke mesjid, menganjurkan memperbanyak ibadah sunat.

Masalah muamalah, Islam melarang boros, kikir, menaikkan harga, monopoli dan lain-lain. Dalam masalah ‘uqubah, Islam mengharamkan membunuh anak-anak dalam peperangan dan kaum wanita.

Catatan Kaki

[1]Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, Jilid V (Kairo: Dar al-Ma’arif, t.th), h. 3642. 

[2]Q.S. al-Nahl (16): 9. 

[3]Q.S. Fatir (35): 32. 

[4]Lihat Yusuf Ahmad Muhammad al-Badawi, Maqasid al-Syari’ah ‘Inda Ibn Taimiyyah (Yordania: Dar al-Nafais, t.th), h.44. 

[5]Sya’ban Muhammad Isma’il, al-Tasyri’ al-Islam; Masadiruh wa Atwaruh (Mesir: Maktabah al-Nahdah al –Misriyyah, 1985), h. 7. 

[6]‘Ali ibn Muhammad Al-Amidi, Al-Ihkam fi Usl al-Ahkam, Jil. 3 (Kairo, Dar al-Sami’i, t.th), h. 271. 

[7]Lihat Abu Ishaq al-Syatibi, Al-Muawafaqat fi Usul al-Syari’ah, juz 1 (Kairo: Dar al-Taufiqiyyah, 2003), h. 30 

[8]Muhammad al-Tahir Ibn ‘Asyur, Maqasid al-Syari’ah al-Islamiyyah (Cet. II; Kairo: Dar al-Nafais, 2001), h. 

[9]Yusuf al-Qardawi, Dirasah fi Fiqh Maqasid al-Syari’ah; baina al-Maqasid al-Kulliyah wa al-Nusus al-Juziyyah (Kairo: Dar al-Syuruq, 2006), h. 20. 

[10]Lihat Abu Ishaq al-Syatibi, Al-Muawafaqat fi Usul al-Syari’ah, juz 1 (Kairo: Dar al-Taufiqiyyah, 2003), hal. 30. 

[11]Ibid., h. 6. 

[12]Q.S. al-Baqarah (2):193. 

[13]Q.S. al-Baqarah (2): 179. 

[14]Mahmud Bilal Mahran, Mausu’at al-Tasyri’ al-Islami (Kairo: al-Majlis al-A’la, 2009), h.619.

[15]Ibid.

Monday, February 6, 2017

ALMS rich base

Understanding the meaning Shodaqoh

Words are easy to say, easy to write and often heard that word shodaqoh. But you know what the meaning and benefits of shodaqoh it? Some people often hear it but do not want to find out and understand what he was hearing. Every human being would want cleverness, intelligence and has advantages in comparison to the others. And without realizing it originally was owned but unconscious. how to be aware of the advantages possessed by learning, Islam meajibkan order to learn well from childhood to the end of life, is not limited in the travel distance. And what distinguishes each person is going to science because the science that would be was appointed drajatnya. In this case then in terms shodaqoh very essential for understand it, so that the charity have a clear basis. So what is it shodaqoh? From Abu Dhar r.a. said, that the companions of the Prophet. said to him: "O Messenger of Allah., rich people have gone rewarding ones. They pray as we pray, they fast as we fast, but they can give charity to have extra money. "Prophet. said, "Did God made you something that can wherewithal? That is, each time the rosary is a charity, every tahmid is a charity, every tahlil is charity, told the kindness is charity, forbidding kemungkaran is a charity, and the intimate relationship you (the wife) is a charity. "The Companions asked," O Messenger of Allah, whether any one of us vent syahwatnya and he rewarded? "the Prophet. replied, "What do you think if he syahwatnya vent on the haram, whether he sinned? Likewise, if you take it out on the lawful, then he got the reward. "(HR. Muslim). Generally shadaqah has a sense menginfakkan treasures in the way of Allah .. Good directed to the poor, relatives of the family, and for the sake of jihad fi sabilillah. Meaning of alms is often shows the meaning give treasures to certain things in the way of Allah., As found in many verses in the Qur'an. Among them is Al-Baqarah (2): 264 and Al-Tawbah (9): 60. Second paragraph above illustrates that the charity has meaning to donate money in the way of Allah. Even on the second verse, Sadaqah is particularly meaningful charity. Even many verses and hadiths that speak of charity, but expressed in terms of charity. In language, charity comes from the word meaning shidq true. And according to Al-Qadi Abu Bakr ibn Arabi, right here is true in relation to sejalannya actions and speech as well as convictions. In a sense like this, likened alms in the hadith: "And charity is a burhan (proof)." (HR. Muslim) Any kind of shodaqoh it, 1. Shadaqah Shadaqah shadaqa comes from the word meaning true. People love to give charity is the true confession of faith. As for the terminology of the Shari'a is the origin of meaning shadaqah tahqiqu syai'in bisyai'i, or define / implement something on something. His manner was voluntary and not tied to certain conditions in both the expenditure regarding the amount, timing and levels. Or the alms done by one person to another, especially to the poor every opportunity open an unspecified type, quantity and time, charity is not limited to providing the material but also can be a useful service for others. Even a smile is done with sincerity to please others, including the category of charity. Shadaqoh has a very broad scope and use of the Koran to include any kind of donation. Sadaqah is any form of virtues which are not bound by the amount, timing and are not limited to the material but can also be in the form of non-material, for example, to remove obstacles in the way, leading the blind, give a smile and a sweet face to his brother, distribute syahwatnya wife. Alms means giving alms, including giving alms to comply with the law where the word zakat is used in the Qur'an and Sunnah. Zakat has also called for donations for charity is a kind of charity that is required, while charity is voluntary, charity collected by the government as a mandatory pengutan, sedegkan other charity paid voluntarily. The number and nisab zakat is determined, while the number of the other charity depends entirely accounted desire. Definition of alms together with the understanding infaq, including any laws and provisions. Only shadaqoh have a meaning broader than infaq. If infaq relating to the material, ALMS has a wider meaning, is also concerned that things that are nonmateriil. Hadith narrated by Imam Muslim from Abu

Comments system

Disqus Shortname