Monday, January 16, 2017

GEOLOGICAL MOUNTAIN TANGKUBAN PARAHU

Morfologi Morfologi gunungapi ini dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi utama yaitu: kerucut strato aktif, lereng tengah dan kaki. Kerucut strato aktif menempati bagian tengah kaldera Sunda. Kawah- kawah gunungapi ini membentang dengan arah barat-timur. Beberapa kawah terletak di daerah puncak dan beberapa lainnya terletak di lereng timur. Kerucut strato aktif ini tersusun dari selang-seling lava dan piroklastik dan di bagian puncak endapan freatik. Pola radier dengan bentuk lembah V, beberapa air terjun yang sangat umum ditemukan pada satuan morfologi ini. Morfologi lereng tengah meliputi lereng timurlaut, selatan dan tenggara gunungapi ini. Batuannya terdiri atas endapan piroklastik yang sangat tebal dan lava yang biasanya tersingkap di lembah-lembah sungai yang dalam dengan pola aliran sungai paralel dan semi memancar (semi radier). Lereng selatan dan tenggara terpotong oleh sesar Lembang, yang berarah timur-barat. Kaki selatan menempati bagian lereng tenggara dan selatan, yang terletak pada ketinggian antara 1200 m hingga 800 m dan antara 1000 hingga 600 m di atas permukaan laut. Lereng timurlaut mempunyai pusat-pusat erupsi parasit seperti G. malang, G. Cinta dan G. Palasari. Aliran-aliran lava dan skoria berwarna kemerahan yang menempati sebagian besar daerah kaki ini adalah berasal dari pusat-pusat erupsi ini. Pola aliran sungai yang berkembang di daerah ini adalah paralel dengan bentuk lembah U yang melewati batuan keras. Lereng selatan terletak antara sesar Lembang dan dataran tinggi Bandung di selatan. Bagian terbesar daerah ini dibentuk oleh batuan piroklastik dan endapan lahar, sedangkan lava ditemukan di dasar sungai. Pola aliran sungai yang berkembang adalah paralel. Stratigrafi Secara fisiografi Zona Bandung, Jawa Barat mempunyai kesamaan dengan Zona Solo di Jawa Timur. Kedua zona tersebut dihubungkan oleh wilayah Jawa Tengah yang merupakan rangkaian zona Serayu dan Pegunungan Progo Barat. Lapisan tertua di daerah ini terdiri atas lempung napalan berselingan dengan perlapisan tufa dan terumbu koral berumur Miosen. Batuan tersebut tersingkap di S. Citarum di sebelah baratdaya Tangkubanparahu dan di dataran rendah Purwakarta dan Subang. Di beberapa daerah terumbu koral ini sebagian termalihkan menjadi marmer karena kontak dengan lava. Lapisan ini kemudian diintrusi (diterobos) oleh batuan vulkanik berumur Pliosen terdiri atas andesit hornblende dan dasit (Syarifudin, dkk., 1984). Batuan tersebut tertindih oleh andesit hornblende, breksi kasar dan konglomerat (Bemmelen, 1949). Produk-produk G. Sunda terdiri atas lava, jatuhan piroklastik, aliran piroklastik, lahar dan endapan freatik (Hadisantono, 1988). Ada dua macam endapan lain yang tidak termasuk dalam hasil langsung dari kegiatan vulkanik seperti endapan danau Bandung yang secara stratigrafi menumpang di atas endapan aliran piroklastik dari erupsi pembentukan kaldera Sunda, dan endapan fluviatil yang terdiri atas bahan bahan vulkanik sebagai hasil dari proses sekunder. Sruktur Geologi G. Tangkubanparahu dan gunungapi lainnya yang berada di sekitar Bandung terletak di Zona Bandung (van Bemmelen, 1934 dalam Hadisantono dkk., 1983). Zona Bandung adalah sebuah cekungan depresi yang memanjang diantara pegunungan. Cekungan tersebut mempunyai lebar antara 25 - 50 km, sedikit cembung ke utara, terletak antara Zona Bogor dan Zona Pegunungan Selatan. Bemmelen (1949) menyatakan bahwa secara umum zona ini berada pada struktur puncak geantiklin P. Jawa, yang tersesarkan setelah atau pada waktu yang bersamaan dengan pengangkatan yang terjadi pada akhir Tersier. Sumbu geantiklinnya adalah tempatnya dimana Vulkanisma Kuarter terdapat. Sabuk gunungapi ini atau jalur magmatik ini membentang dari Teluk Pelabuhan Ratu pada bagian barat P. Jawa, kemudian melewati antara lembah Cimandiri dengan kota Sukabumi (600 m), dataran Cianjur (495 m) dan Garut (711 m) ke lembah Citanduy dengan kota Tasikmalaya (351 m) pada bagian timur, dan berakhir di Segara Anakan di pesisir selatan P. Jawa. Bagian tengah zona ini ditempati oleh dataran tinggi Bandung dan Garut. Sesar Lembang adalah sebuah sesar terbesar di daerah ini, yang melintang dari barat ke timur. Sesar ini terletak atau melalui Lembang, 10 km sebelah utara Bandung. Ini adalah sebuah sesar aktif dengan gawir sesar sangat jelas yang menghadap ke utara. Sesar ini yang panjang seluruhnya kira-kira 22 km dapat diamati sebagai suatu garis lurus dari G. Palasari di timur ke barat dekat Cisarua. Penyelidikan-penyelidikan terdahulu telah menghubungkan bahwa sesar Lembang yang dominannya adalah sesar normal terjadi setelah erupsi besar G. Sunda yang berlangsung pada zaman Kuarter Tua. Sejarah Geologi Gunungapi tertua yang telah padam yang disebut G. Sunda mempunyai sebuah kaldera besar, tetapi hanya sebagian dari pada kaldera ini telah tertutupi oleh endapan-endapan gunungapi yang lebih muda dan hanya tersisa sebagian dinding kalderanya yang terdapat antara G. Burangrang dan G. Tangkubanparahu (Hadisantono dan Sutoyo, 1983). Danau (situ) Lembang adalah bagian dari dasar kaldera ini. Menurut van Bemmelen (1934) bahwa sesar Lembang terbentuk pada tahap paska pembentukan kaldera Sunda. Kejadian tersebut kemudian diikuti oleh lahirnya G. Burangrang, sekarang gunungapi tersebut telah padam. Sejarah G. Tangkubanparahu dimulai dengan adanya komplek gunungapi tua yang disebut komplek G. Sunda. Komplek G. Sunda adalah sebuah gunungapi majemuk yang terdiri atas tiga buah gunungapi, dua diantaranya telah padam dan yang ketiga yaitu Tangkubanparahu masih aktif (Hadisantono, dkk., 1983, dan Kusumadinata, 1979). Gunungapi ini dibangun di atas batuan dasar sedimen berumur Neogen (Bemmelen, 1949). Dalam sejarah geologi G. Sunda berumur relatif muda. Beberapa dari dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di daerah ini dapat diukur dalam ribuan tahun. Suatu periode kegiatan vulkanik (gunungapi) baru dimulai di sebuah komplek sebelah utara Bandung dalam kurun waktu kuarter. Di sebelah barat sebuah gunungapi besar (G. Sunda) terbentuk, sedangkan di sebelah timur kegiatan vulkanik terletak di daerah Bukit Tunggul, Pulusari, dan G. Cangak. Adapun umur periode gunungapi ini ditentukan oleh tulang-tulang mamalia besar seperti badak, spesies hipopotamus, kerbau, antelop dan kijang yang terjebak dalam lahar. Dari fosil-fosil ini diketahui bahwa vulkanisme berlangsung dalam kurun waktu Plistosen Tua (Bemmelen, 1949). Peta Geomorfologi G. Tangkubanparahu Peta Geologi Gunungapi Tangkubanparahu Gaya Berat Hasil pengolahan data gayaberat G. Tangkubanparahu diinterpretasikan bahwa harga tinggi mendominasi daerah selatan dan secara gradual menurun dari Lembang dan sekitarnya ke arah utara, timur dan barat. Nilai terendah menduduki bagian utara peta. Pola anomali gayaberat G. Tangkubanparahu memberi gambaran bahwa kaldera Sunda, sebagai hasil erupsi paroksisma G. Sunda mempunyai harga positif menyebar dari selatan-utara-baratlaut dan timurlaut. Sebaran harga anomali gayaberat rendah di dalam Kaldera Sunda, dapat diasosiasikan dengan adanya sesar sebagai zona lemah, yang dapat memberikan kemudahan terjadinya intrusi magma melalui bidang ini, dan menyebabkan terbentuknya dike. Geolistrik Penyelidikan potensial diri/tahanan jenis yang pernah dilakukan di G. Tangkubanparahu adalah di daerah Kawah Ratu dan Kawah Upas. Hasil penyelidikan yang dilakukan tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara SP dengan zona panas sangat erat. Di dalam Kawah Upas tidak didapatkan anomali positif, namun pada batas antara Kawah Upas dan Ratu terdapat anomali positif tertinggi yang menerus ke kawah Ratu (L.Ramli dkk, 1984). GEOKIMIA Kimia Batuan Penerapan metoda petrokimia melalui diagram Hutchison (1973) dapat menjelaskan bahwa proses magmatis gunungapi Sunda dari alkali kapur sangat kaya alkali terutama K2O dan Na2O, sedangkan magma seri toleitik sangat miskin alkali (Syarifudin, 1984). Seri alkali kapur ini menunjukkan semakin meningkatnya kadar oksida besi dan oksida MgO relatif tinggi dibandingkan dengan magma seri toleitik, erat hubungannya dengan terbawanya mineral magnetit, piroksen dan olivin dalam bentuk asosiasi dengan magma toleitik. Proses magmatis Gunungapi Tangkubanparahu bersumber pada seri alkali kapur alumina tinggi dan seri alkali kapur K-tinggi. Magma seri alkali kapur alumina tinggi kaya akan CaO dan Al2O3. Seri alkali kapur K-tinggi cenderung relatif kaya akan Na2O dan K2O dibandingkan dengan magma seri alkali kapur alumina tinggi. Ciri lain yang dapat dijelaskan adalah bahwa seri alkali kapur alumina tinggi relatif kaya akan oksida MgO sedangkan seri alkali kapur K-tinggi relatif meningkatnya oksida besi FeO. Secara petrografi, lava Tangkubanparahu terbagi atas lava andesit basal augit hipersten, lava basal pigeonit enstatit dan andesit augit hipersten. Penghabluran plagioklas, piroksen augit, hipersten dan olivin serta oksida bijih dalam wujud fenokris mikro dan makro sebagai massa dasar batuan berbutir agak kasar bersama-sama dalam masadasar kaca gunungapi. Kenampakan mineral sebagai massa dasar memperlihatkan tekstur aliran. Beberapa fenokris plagioklas menunjukkan lobang korosi tak teratur diduga bertindak sebagai mineral bawaan (senokris) (Syarifudin, 1984). Secara kimia, keaktifan Gunungapi Tangkubanparahu bersumber pada magma: a. alkali kapur alumina tinggi dari andesit basaltis sampai basal dan b. alkali kapur K-tinggi dari andesit basaltis sampai basalt Gunungapi Tangkubanparahu mempunyai ciri petrokimia cenderung pada kelompok magma dioritik gabro dan magma dioritik (Syarifudin, 1984). Gunungapi Tangkubanparahu mempunyai sumber keaktifan magma pada kedalaman Zona Beniof antara 155-205 km. Berdasarkan metoda Indek Mafik oleh Tlley et.al, 1964 dalam Syarifudin (1984) mempunyai temperatur magma antara 1010 C- 1220 C. Pengukuran suhu Kawah Ratu Kawah Ratu adalah salah satu kawah terbesar di G. TangkubanParahu. Pengamatan ke Kawah Ratu dilakukan pada tanggal 30 Nopember 2006 sekitar pukul 08.00. Secara umum cuaca di sekitar kawah cerah dengan suhu udara 23oC. Di dasar kawah bagian utara-barat teramati beberapa titik tembusan solfatara dengan hembusan asap berwarna putih tipis - sedang dan tinggi asap berkisar antara 10 - 25 m. Tekanan gas cukup kuat sehingga terdengar suara blazernya nyaring, suhu yang terukur berkisar antara 99 - 111 oC. Tidak jauh dari lokasi tersebut di atas (di lembah maut) terdapat bualan mataair panas, diameternya lebih kurang 70 cm dengan suhu air 97 oC. Air dari bualan tersebut menggenangi dasar kawah bagian barat. Bualan lumpur terdapat di bagian utara dari lokasi solfatara dan mata air panas, mempunyai diameter lk. 2m. Bualan lumpur tersebut berwarna coklat (warna kopi susu) dengan suhu antara 94 - 95 oC. Di dasar kawah bagian selatan (dekat Kawah Ecoma), teramati tembusan solfatara baru yang selama ini tidak ada. Namun hembusan asapnya sangat tipis. Sedangkan di bagian lain tidak menunjukan adanya perubahan yang mencolok. Tabel Pengukuran suhu di Kawah Ratu, Tahun 2006 Bulan Tgl Suhu ( C) Keterangan Solfatara Fumarola Januari 9 96 - 98 Februari 25 97 - 109 Maret 31 96 - 111 April 24 99 - 109 Mei 30 110 106 Juni 26 108 99 Juli 27 106 100 Agustus 25 106 95 September 27 102 100 Oktober 95 - 96 31 90 - 100 95 - 96 Nopember 30 99 - 111 96 - 97 Kawah Domas Kawah Domas merupakan lapangan solfatara dan fumarola yang terletak di sebelah timur dari Kawah Ratu. Pada lokasi ini terdapat beberapa titik tembusan solfatara dan bualan mataair panas. Pengamatan ke Kawah Domas dilakukan pada tanggal 2 Desember 2006. Secara umum teramati hembusan asap berwarna putih tipis dengan ketinggian berkisar antara 5 - 10 m. Dari beberapa tembusan solfatara yang ada, dilakukan pengukuran suhu pada dua titik dengan temperatur masing-masing 92 oC dan 92,2 oC pada suhu udara 19,8 oC. Selain solfatara, terdapat pula beberapa bualan air panas tersebar di lokasi ini. Bualan airpanas yang terbesar dan terpanas mempunyai diameter lk. 2 m, dengan temperatur 88 oC pada suhu udara 19,8 oC. Terdapat juga mata air panas yang suhunya lebih rendah, yaitu berkisar antara 35 - 40 oC. Tabel Pengukuran suhu di Kawah Domas, Tahun 2006 Bulan Tgl Suhu ( C) Keterangan Solfatara Fumarola Januari 18 95 93 Februari 7 94 92 Maret 14 94 92 April 1 90.2 22 94 91 Mei 22 94 93 Juni 27 94 93 Juli 29 94 93 Agustus 30 94 93 September 29 93 92 Oktober 29 94 93 Nopember 10 92 91 Desember 2 92 88 MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Mitigasi bencana yang dilakukan selain pemantauan menerus secara visual juga dilakukan pemantauan secara instrumental dan pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana. Pemantauan secara visual meliputi pengukuran suhu, ketinggian asap, warna asap, arah tiupan angin dan pH diamati dari Pos Pengamatan G. Tangkubanparahu yang dibangun di lereng timur gunungapi Tangkubanparahu. Peralatan pemantau dan sarana penunjangnya menggunakan seismograf jenis PS-2. Sistim pemantauan ini dioperasikan secara sistem radio telemetri (RTS) dengan seismometer jenis Ranger ditempatkan di sekitar Kawah Ratu, pada posisi S 06o 45' 53,5", T 107o 36 ' 50", pada ketinggian 2028 m dpl. Sinyal gempa dari sub sistem seismograf di lapangan tersebut dipancarkan melalui radio yang kemudian direkam dengan rekorder PS-2 di Pos Pengamatan G. Tangkubanparahu di kampung Cikole (Wates) lebih kurang 2,5 km dari Kawah Ratu.Pos Pengamatan G. Tangkubanparahu dibangun di lereng timur gunungapi Tangkubanparahu. Pos Pengamatan ini dilengkapi dengan satu unit seismograf, satu komponen seismometer vertikal, dipasang pada koordinat 06°45'53,50'' LS dan 107°36'50,30'' di ketinggian 2015m dpl. Getaran gempa dipancarkan dan direkam di Pos Pengamatan secara analog. KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI Berdasarkan sejarah kegiatannya, sifat erupsi, komposisi kimia dan frekuensi erupsinya yang tergolong jarang, kawasan rawan bencana G. Tangkubanparahu dapat dibagi tiga tingkatan yaitu Kawasan Rawan Bencana III, Kawasan Rawan Bencana II dan Kawasan Rawan Bencana I. Kawasan Rawan Bencana III Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sangat berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, material lontaran batu pijar, guguran lava, hujan abu lebat dan atau gas beracun. Kawasan Rawan Bencana III G. Tangkubanperahu terdiri atas dua bagian, yaitu: a. Kawasan rawan bencana terhadap awan panas, aliran lava, guguran lava dan gas beracun. b. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan Rawan Bencana II Secara umum yang disebut kawasan rawan bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda oleh awan panas, aliran lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan abu lebat, hujan lumpur (panas), aliran lahar dan gas beracun). Kawasan ini dibagi menjadi dua, yaitu: a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa berupa awan panas, aliran lava, guguran batu (pijar), dan aliran lahar. b. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan seperti lontaran batu (pijar), dan hujan abu lebat. Kawasan Rawan Bencana I Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini terletak di sepanjang sungai/ di dekat lembah sungai atau bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak. Peta Kawasan Rawan Bencana G. Tangkuban parahu Demografi Banyaknya penduduk yang bermukim di lereng selatan, timurlaut dan utara tersebut berkaitan dengan kondisi morfologi, potensi alam seperti wisata, perkebunan dan kesuburan tanah. Perkembangan penduduk dari waktu ke waktu, umumnya diikuti oleh perkembangan pemukiman di daerah bersangkutan sehingga mengakibatkan kepadatan penduduk meningkat. Di antara kota-kota di sekitarnya Lembang selain merupakan kota dengan penduduk terbanyak, merupakan kota tujuan wisata dan juga kota transit. Penduduk Lembang berdasarkan data kependudukan hingga akhir Februari 1999 adalah 127.679 jiwa. Mata pencaharian penduduk pada umumnya bergerak di bidang pertanian yang terdiri atas petani pemilik (23,82%), petani penggarap 19,30%, buruh tani 9,93%, peternak 9,57 %, wiraswasta/pedagang (9,58%), pegawai negeri (3,00 %), pegawai swasta (9,68 %), TNI+ POLRI (1,58% ), Pensiunan (1,95 %), pertukangan (1,25 %) dan buruh/pekerja lainnya (10,34%). Bandung adalah kota terbesar dan terdekat ( 30 km) ke arah selatan, yang merupakan ibu kota propinsi Jawa Barat. Bandung mungkin merupakan kota terpadat di Indonesia dengan jumlah penduduk 3 juta orang. http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi/516-g-tangkuban-parahu?start=8

No comments:

Post a Comment

Comments system

Disqus Shortname